Wajib Pajak Luar Negeri Perlu Bayar Pajak?
Potensi penerimaan dana yang berasal dari pajak sangat diandalkan untuk pembangunan negara, baik yang berasal dari wajib pajak dalam negeri maupun luar negeri. Tidak heran jika beberapa waktu lalu Direktorat Jenderal Pajak mengejar-ngejar perusahaan digital luar negeri yang beroperasi di Indonesia yakni Google, Facebook, YouTube, hingga Netflix untuk diperiksa. Berita ini merupakan berita yang hangat diperbincangkan dalam dunia pajak. Mengapa tidak? Potensi pajak dari perusahaan-perusahaan diatas cukup besar dan pastinya akan meningkat setiap tahunnya.
Menurut berita yang diperoleh, omzet Google dan Facebook di Indonesia mencapai Rp 3 triliun per tahun. Namun Google mengelak dengan alasan jenis usaha mereka tidak termasuk dalam Bentuk Usaha Tetap (BUT) dan tidak memiliki kantor pusat di Indonesia. Sebenarnya ketentuan mengenai wajib pajak luar negeri, contohnya Google CS, telah diatur dalam ketentuan Pajak Penghasilan Pasal 26. Seperti apa ketentuannya? Simak selengkapnya dibawah ini.
Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 atau yang selanjutnya disebut PPh 26 adalah pajak yang mengatur kebijakan pajak yang berhubungan dengan wajib pajak luar negeri. Kebijakan tersebut mencakup kegiatan transaksi seperti royalty, gaji, dividen, dan lain-lain. Jadi singkatnya PPh 26 dikenakan atas penghasilan yang berasal dari Indonesia yang diterima oleh wajib pajak luar negeri selain dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. PPh 26 memiliki keterkaitan dengan PPh 21 dan PPh 23 karena objek pajak yang sama.
Lalu apa saja kriteria wajib pajak luar negeri yang dimaksud?
- individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang dimaksud adalah mereka yang bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang berdiri atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui BUT di Indonesia.
- individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang dimaksud adalah mereka yang bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu BUT di Indonesia.
Ketentuan PPh 26
- PPh 26 terutang dibayarkan pada akhir bulan atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu
- Pemotong PPh 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh 26 sebanyak 3 (tiga) rangkap dengan perincian:
- Lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri
- Lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
- Lembar ketiga untuk arsip Pemotong
- PPh 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
- SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Pemotongan PPh 26
Siapa sajakah pemotong PPh 26 ?
- Badan Pemerintah
- Subjek Pajak dalam negeri
- Penyelenggara Kegiatan
- BUT
- Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain Bentuk Usaha Tetap di Indonesia
Subjek Pajak Luar Negeri
Pada beberapa artikel sebelumnya telah dijelaskan sedikit mengenai subjek pajak. Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang ditetapkan sebagai subjek pajak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Subjek pajak dibagi menjadi dua yakni subjek pajak dalam negeri dan luar negeri. Subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau bisa juga orang pribadi yang berada di Indonesia tetapi tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan (1 tahun) dan BUT yang tidak didirikan maupun tidak bertempat kedudukan di Indonesia namun menjalankan usahanya di Indonesia. Subjek pajak luar negeri memilki ketentuan sebagai berikut:
- Hanya dikenai pajak atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilannya di Indonesia
- Tidak menyampaikan SPT PPh karena sudah dilakukan pemotongan pajak bersifat final
Jika anda adalah pemberi penghasilan kepada Subjek Pajak Luar Negeri, ini hal yang harus anda lakukan:
- Tentukan dahulu apakah benar lawan transaksi anda adalah Subjek Pajak Luar Negeri. Anda bias lihat ketentuannya diatas.
- Jika merupakan Subjek Pajak Luar Negeri, tentukan dahulu apakah yang bersangkutan tersebut berhak dipotong PPh Pasal 26 dengan menggunakan tarif tax treaty. Menurut BPPK Kemenkeu, Tax treaty adalah perjanjian perpajakan yang dibuat antara dua negara dalam rangka meminimalisir pemajakan berganda dan berbagai usaha penghindaran pajak.
- Tax Treaty bisa digunakan dalam hal SPLN mempunyai DGT atau Surat Keterangan Domisili (SKD) sesuai PER-25/PJ/2018
- Input informasi yang ada di DGT pada pajak.go.id pada menu e-SKD untuk mendapatkan tanda terima Surat Ketetapan Pajak (SKP) wajib pajak luar negeri.
- Menunjukkan tanda terima SKD WPLN kepada SPLN
- Melakukan pemotongan PPh 26 dengan menggunakan tarif tax treaty jika memenuhi PER-25/PJ/2018 dan membuat bukti potong PPh 26 melalui aplikasi e-spt PPh 21/26 atau 23/26
- Apabila tidak memenuhi syarat untuk menggunakan ketentuan pada tax treaty, maka tarif PPh 26 nya adalah 20%.
- Menyetor PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing. Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
- Melapor PPh Pasal 4 ayat (2) dengan menggunakan aplikasi e-pt PPh melalui website resmi pajak.go.id batas waktu tanggal 20 bulan berikutnya dengan melampirkan tanda terima SKD WPLN
Tarif PPh 26
- 20% x penghasilan bruto atau Tax Treaty (P3B)
Penghasilan yang dibayarkan berupa:
- Deviden
- Bunga (Premium, Diskonto dan Imbalan jaminan pengembalian hutang)
- Royalty
- Sewa
- Penghasilan penggunaan harta
- Imbalan sehubungan dengan jasa pekerjaan dan kegiatan
- Hadiah & penghargaan
- Pensiun & pembayaran berkala lainnya
- keuntungan karena pembebasan utang.
- 20% x perkiraan neto Perkiraan Neto = 25% x harga jual Sehingga tarif efektif: 20% x 25% x harga jual = 5% x harga jual Bersifat final, diharapkan dari:
Penghasilan dari penjualan atau dalam bentuk pengalihan harta di Indonesia, yang diperoleh WP Luar Negeri. Harta yang dimaksud berupa: perhiasan mewah, berlian, emas, intan, jam tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil, motor, kapal pesiar, dan/ atau pesawat terbang ringan. Dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 adalah: WP Objek Pajak Luar Negeri yang memperoleh penghasilan tidak melebihi Rp 10Juta untuk setiap jenis transaksi.
- 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto:
- Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri
- Penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham seperti yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c)
- Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan dengan menunjukkan Surat Keterangan Domisili
- Tarif PPh Pasal 26 bersifat Final.
Pengecualian PPh 26
- Bentuk Usaha Tetap.
Bentuk Usaha Tetap atau BUT dikecualikan dari pemotongan PPh 26 jika PKP sudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT - Badan-badan Internasional yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan
Demikian penjelasan singkat mengenai kewajiban dari Wajib Pajak Luar Negeri. Jadi, untuk menyimpulkan, Wajib Pajak Luar Negeri perlu membayar pajak sesuai dengan ketentuan diatur dalam PPh Pasal 26. Jika perusahaan anda membutuhkan konsultasi seputar perpajakan di Indonesia, anda bisa memanfaatkan layanan konsultasi dari Indopajak. Klik disini untuk menghubungi kami.