Back to News

Penjelasan Lengkap Tentang PPN 11%

Baru-baru ini pemerintah memberlakukan peraturan Pajak Pertambahan Nilai terbaru, atau PPN dengan nominal 11%. Pemberlakuan PPN 11% merupakan salah satu kebijakan semerintah dalam meningkatkan kinerja penerimaan pajak. Apa itu PPN, cara menghitungnya, alasan kenaikannya, serta bagaimana dampaknya bagi bisnis anda? 

Kita akan membahas tuntas pada konten yang satu ini.

Apa itu PPN
PPN secara garis besar adalah tarif pajak yang dikenakan pada suatu transaksi konsumsi barang dan jasa dalam negeri, oleh wajib pajak. PPN dipungut dari tiap transaksi atau perdagangan dalam proses jual beli barang dan jasa di dalam negeri kepada wajib pajak orang pribadi, badan usaha, maupun pemerintah.  Kita juga mengenal istilah VAT, value added tax atau Goods & service Tax (GST) atau Value Added Tax (VAT) sebagai nama lain PPN.
PPN merupakan jenis pajak yang bersifat tidak langsung, objektif dan kumulatif. Maksud tidak langsung di sini adalah iuran pajak tidak disetorkan langsung oleh penanggung pajak kepada pemerintah. Iuran pajak tersebut dibayarkan oleh konsumen selaku penanggung pajak, lalu diterima oleh pelaku usaha sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), yang kemudian akan menyetorkan dan melaporkannya kepada pemerintah.

Kapan PPN 11% mulai dilaksanakan

PPS dilaksanakan mulai 1 April 2022, dengan begitu tarif pajak pertambahan nilai (PPN) naik dari 10% menjadi 11%. Kenaikan tersebut diatur melalui Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).


Mengapa PPN naik menjadi 11%

Menurut pemerintah, pemberlakuan PPN 11% pada tahun ini merupakan salah satu kebijakan dalam meningkatkan kinerja penerimaan pajak.

Dengan mendorong peningkatan penerimaan pajak, pemerintah mengharapkan dapat memperbaiki defisit APBN hingga ke level tiga persen pada tahun 2023.

Fondasi pajak yang kuat diharapkan akan mengoptimalkan penerimaan negara sehingga membantu pemerintah mewujudkan peningkatan kesejahteraan, keadilan, serta pembangunan sosial bagi masyarakat. Selain itu, penyesuaian tarif PPN menjadi 11% bertujuan mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan.

Masyarakat yang lebih mampu membayar tarif pajak yang lebih besar untuk dikembalikan pada negara dan digunakan demi kepentingan masyarakat luas. Pemerintah mengedepankan prinsip keadilan ini antara lain dengan membebaskan dan tidak mengenakan PPN terhadap sejumlah barang dan jasa. Tujuannya untuk menjaga daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa yang benar-benar dibutuhkan sehari-hari. Bahkan, pemerintah juga berencana untuk menaikkan PPN hingga 12% paling lambat tahun 2025 yang akan datang. 

Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, kenaikan tarif PPN Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan negara lain. Ia membandingkan dengan negara-negara di G20 yang memiliki rata-rata PPN hingga 15 sampai 15,5%.  Adanya kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen, maka jenis barang dan jasa yang tidak dikecualikan dalam pengenaan PPN harganya akan naik. Pasalnya transaksi beban PPN dikenakan kepada konsumen akhir atau pembeli. 

 

Lalu Apa saja barang yang kena ppn 11%?

Ketentuan tentang PPn mengacu Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).  

Sementara Di dalam Pasal 7 UU HPP disebutkan besaran PPN per 1 April 2022 adalah sebesar 11 persen. 

Namun, tidak semua barang dan jasa menjadi Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). Dikutip dari laman Fiskal Kemenkeu, BKP adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN. 

Sementara JKP adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan surat perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai.

 termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang pesanan atau permintaan dengan bahan dan/atau petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.

Beberapa objek yang dikenakan PPN, antara lain sebagai berikut:

Penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) maupun JKP (Jasa Kena Pajak) di dalam daerah Pabean yang dilakukan pengusaha.

Impor BKP (Barang Kena Pajak).

Pemanfaatan BKP (Barang Kena Pajak) tidak berwujud di dalam daerah Pabean, namun berasal dari luar daerah Pabean.

Pemanfaatan JKP (Jasa Kena Pajak) tidak berwujud di dalam daerah Pabean, namun berasal dari luar daerah Pabean.

Ekspor BKP (Barang Kena Pajak) berwujud atau tidak berwujud oleh PKP (Pengusaha Kena Pajak).

Ekspor JKP (Jasa Kena Pajak) berwujud atau tidak berwujud oleh PKP (Pengusaha Kena Pajak)

Barang dan jasa Bebas PPN
Barang dan jasa bebas PPN sesuai UU HPP misalnya sembako seperti beras, sayur mayur, buah-buahan, telur, daging, dan susu.  Begitu pula jasa kesehatan seperti layanan dokter baik dokter umum, spesialis, maupun gigi, serta layanan rumah sakit dan rumah sakit bersalin. Penyelenggaraan pendidikan sekolah dan luar sekolah serta buku pelajaran pun termasuk dalam jasa yang bebas PPN. Demikian juga listrik di bawah 6600 VA, air bersih, jasa angkutan umum, vaksin, dan sebagainya.

Di samping itu, ada barang dan jasa yang tetap tidak dikenakan PPN seperti makanan di restoran, jasa tempat parkir, dan barang atau jasa lainnya yang menjadi objek pajak daerah. Selanjutnya, dalam rangka memacu ekspor, pemerintah masih memberlakukan tarif PPN 0 persen pada ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud, dan ekspor jasa kena pajak. Bila Anda memiliki pertanyaan tentang PPN 11%, silahkan hubungi kami dengan klik di bawah ini. Biar kami urus pajakmnu!

Share this post

Back to News
WhatsApp chat