Kebijakan Insentif Pajak, Pro dan Kontra
INDOPAJAK.ID, Jakarta – Insentif pajak adalah salah satu kebijakan pajak pemerintah yang penuh pro dan kontra. Pada dasarnya insentif pajak ini bertujuan untuk kebaikan perpajakan negara dan apa saja pro dan kontra terkait kebijakan insentif pajak ini?
Pemberian Insentif Pajak di 2025
Berdasarkan Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025, pemerintah Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka memperkirakan belanja insentif pajak akan mencapai Rp 445,5 triliun, naik 11,1 persen dari proyeksi 2024 sebesar Rp 399,9 triliun. 10 sektor industri akan memanfaatkan alokasi ini pada tahun 2025.
Estimasi ini mengacu pada tren peningkatan belanja perpajakan yang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2023, belanja perpajakan mencapai Rp 362,5 triliun atau 1,73 persen dari PDB, meningkat 6,3 persen dibandingkan 2022.
Berdasarkan anggaran yang masif tersebut, ada beberapa sektor industri yang akan memanfaatkan kebijakan insentif pajak ini. Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025 memerinci sektor yang akan memanfaatkan insentif pajak, antara lain 10 sektor berikut ini:
- Sektor industri pengolahan Rp 122,3 triliun;
- Pertanian, kehutanan, dan perikanan Rp 56,5 triliun;
- Jasa keuangan dan asuransi Rp 54,1 triliun;
- Transportasi dan pergudangan Rp 35,8 triliun;
- Jasa pendidikan Rp 28,3 triliun;
Pro Insentif Pajak
Pemberian insentif pajak oleh pemerintah Indonesia adalah salah satu kebijakan fiskal yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, investasi, dan daya saing industri. Kebijakan ini dapat berdampak secara positif maupun negatif, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
- Meningkatkan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi (Jangka Pendek & Panjang)
Insentif pajak, seperti pembebasan pajak atau pengurangan tarif pajak, dapat menarik investasi baru dan memperluas investasi yang sudah ada. Ini memberikan ruang bagi perusahaan untuk menggunakan dana yang seharusnya untuk pajak ke aktivitas produktif seperti ekspansi bisnis, penelitian dan pengembangan, atau peningkatan kapasitas produksi.
Contoh: Program Tax Holiday dan Super Deduction di Indonesia, yang memberikan pengurangan pajak besar kepada industri pionir dan perusahaan yang melakukan kegiatan penelitian, telah mendorong masuknya investasi besar dalam sektor-sektor strategis.
- Mendorong Inovasi dan Pengembangan Teknologi (Jangka Panjang
Insentif pajak seperti Super Deduction untuk kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D) memungkinkan perusahaan untuk lebih fokus pada inovasi dan pengembangan teknologi baru. Dalam jangka panjang, ini dapat meningkatkan daya saing industri dalam negeri di pasar global.
Contoh: Banyak negara maju juga memberikan insentif serupa, yang mendorong perusahaan-perusahaan untuk menjadi pemimpin dalam inovasi teknologi.
- Menstimulasi Sektor Tertentu yang Membutuhkan (Jangka Pendek)
Penjelasan: Insentif pajak dapat digunakan secara strategis untuk merangsang sektor-sektor tertentu yang membutuhkan dorongan, seperti sektor manufaktur, pariwisata, atau teknologi informasi. Ini membantu dalam menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan aktivitas ekonomi di sektor-sektor tersebut.
Contoh: Insentif pajak untuk sektor pariwisata selama pandemi COVID-19 membantu menjaga industri tetap bertahan di tengah penurunan wisatawan.
Kontra Insentif Pajak
- Pengurangan Pendapatan Negara (Jangka Pendek & Panjang)
Penjelasan: Salah satu dampak langsung dari pemberian insentif pajak adalah berkurangnya penerimaan pajak negara. Ini bisa menjadi tantangan bagi pemerintah dalam mendanai program-program publik, terutama jika tidak diimbangi dengan peningkatan aktivitas ekonomi yang signifikan.
Contoh: Menurut laporan Badan Kebijakan Fiskal, penerimaan pajak negara berpotensi berkurang dalam jangka pendek ketika insentif pajak terbagi secara luas, meskipun harapannya adalah peningkatan penerimaan di masa depan.
- Ketergantungan pada Insentif (Jangka Panjang)
Penjelasan: Perusahaan mungkin menjadi terlalu bergantung pada insentif pajak dan kurang berusaha untuk meningkatkan efisiensi atau inovasi secara mandiri. Ini dapat menciptakan “kebiasaan” yang tidak sehat, di mana industri mengandalkan terus-menerus pada bantuan pemerintah.
Contoh: Beberapa sektor industri di negara lain menunjukkan ketergantungan pada insentif, dan ketika insentif tersebut dihentikan, sektor tersebut mengalami penurunan drastis.
- Distorsi Pasar dan Ketidakadilan (Jangka Pendek & Panjang)
Penjelasan: Jika insentif pajak tidak terbagi secara merata atau berdasarkan kriteria yang jelas, ini dapat menyebabkan distorsi pasar dan ketidakadilan. Beberapa perusahaan atau sektor mungkin mendapatkan keuntungan yang tidak proporsional daripada yang lain, sehingga menciptakan persaingan yang tidak adil.
Contoh: Dalam beberapa kasus, perusahaan besar lebih mampu memanfaatkan insentif pajak daripada usaha kecil, sehingga terjadi ketidakmerataan dalam penerimaan manfaat insentif.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, pemberian insentif pajak dapat menjadi alat yang kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan investasi jika tepat dan terukur. Namun, pemerintah juga perlu berhati-hati agar insentif ini tidak mengurangi penerimaan negara secara signifikan atau menciptakan ketergantungan dan ketidakadilan di pasar. Dengan pengawasan yang baik dan evaluasi berkala, insentif pajak dapat memberikan manfaat yang besar bagi perekonomian Indonesia.
Jika Anda memiliki pertanyaan terkait pajak perusahaan, Anda bisa hubungi Indopajak.