Back to News
Dinamika Lonjakan Pajak PPN

Dinamika Lonjakan Pajak PPN

INDOPAJAK.ID, Jakarta – Dinamika lonjakan pajak PPN di sistem perpajakan Indonesia menjadi hal yang menarik dengan pro dan kontranya. Bagaimana ceritanya? Apa sejarahnya? Dan bagaimana opini terkait hal ini? Indopajak sudah merangkum untuk anda.

Mengenai PPN di Indonesia

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia pertama kali ada melalui Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa. UU ini juga sekaligus membahas Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). UU ini menggantikan Pajak Peredaran, yang terasa kurang efisien. Dalam penerapannya, tarif PPN awal adalah sebesar 10% pada 1 April 1985. Tarif tersebut tetap konsisten hingga tahun 2021.

PPN muncul sebagai instrumen perpajakan karena lebih netral dari pajak peredaran, yang seringkali menyebabkan pajak berganda. Dengan PPN, beban pajak hanya berlaku pada nilai tambah yang dihasilkan di setiap tahap produksi dan distribusi. Pemerintah menyadari bahwa stabilitas tarif PPN berkontribusi besar dalam penerimaan negara, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi.

Dinamika Lonjakan Pajak PPN?

Kenaikan PPN menjadi perbincangan penting ketika pemerintah mengajukan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada tahun 2021. Melalui UU, pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif PPN secara bertahap: dari 10% menjadi 11%. Mulai pada 1 April 2022 dan direncanakan naik lagi menjadi 12% pada tahun 2025.

Beberapa alasan yang mendasari kenaikan tarif PPN tersebut antara lain:

  1. Peningkatan Defisit Anggaran: Pemerintah menghadapi defisit anggaran yang meningkat signifikan, terutama setelah pandemi COVID-19. Untuk menanggulangi dampak tersebut, pemerintah membutuhkan tambahan penerimaan pajak yang lebih tinggi. Dengan kenaikan tarif PPN, diharapkan pendapatan negara dapat mengatasi beban fiskal yang besar.
  2. Tarif PPN Indonesia yang Relatif Rendah: Tarif PPN sebesar 10% di Indonesia dianggap relatif rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain, di mana PPN rata-rata berkisar antara 15% hingga 25%. Melalui kenaikan ini, pemerintah ingin memastikan Indonesia berada pada standar internasional dalam hal kontribusi pajak.
  3. Memperluas Basis Pajak: Kenaikan tarif PPN bertujuan untuk memperluas cakupan barang dan jasa yang dikenakan pajak. Dengan adanya revisi, pemerintah berharap basis pajak akan semakin luas dan penerimaan negara akan meningkat lebih signifikan.

Kenaikan Tarif PPN

Pada April 2022, tarif PPN resmi naik menjadi 11%, dan kenaikan tersebut merupakan tahap pertama dari rencana kenaikan bertahap menuju 12% pada 2025. Kebijakan ini ada dalam UU HPP yang sah pada 7 Oktober 2021. Meski ada kekhawatiran bahwa kenaikan tarif ini akan menambah beban masyarakat, pemerintah menegaskan bahwa langkah ini penting untuk mendukung pemulihan ekonomi dan pembangunan nasional.

Kenaikan tarif PPN tersebut merupakan bagian dari strategi fiskal jangka panjang pemerintah, yang tidak hanya untuk mengatasi dampak pandemi tetapi juga untuk memperkuat infrastruktur pendapatan negara. Selain itu, tarif ini semoga akan memberikan fleksibilitas lebih dalam mengelola anggaran negara secara berkelanjutan.

Dampak Kenaikan Tarif PPN

Banyak pihak menilai bahwa kenaikan PPN menjadi 11% dan rencana ke 12% dapat mempengaruhi daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah. Namun, pemerintah memastikan bahwa insentif pajak, khususnya untuk kelompok usaha kecil dan menengah (UMKM), tetap ada untuk mengurangi dampak kenaikan PPN pada sektor ini. Salah satu kebijakan yang berlanjut adalah PP 23 Tahun 2018, yang memberikan insentif PPh final sebesar 0,5% untuk UMKM.

Di sisi lain, sektor bisnis besar juga merasakan dampak kenaikan tarif PPN, terutama dalam hal peningkatan biaya produksi yang pada akhirnya dapat mempengaruhi harga barang di pasaran. Namun, pemerintah tetap yakin bahwa dengan kenaikan bertahap, dampak inflasi dapat terkeloladengan baik, sehingga tidak memberikan tekanan yang terlalu berat pada perekonomian secara keseluruhan.

Kritik dan Respon Pemerintah

Beberapa kritikan datang dari kalangan pengusaha dan masyarakat terkait rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 2025. Kekhawatiran utama adalah dampaknya terhadap harga barang kebutuhan pokok dan jasa yang berpotensi naik. Meski begitu, pemerintah berkomitmen untuk menjaga stabilitas ekonomi dengan memberikan kompensasi melalui program bantuan sosial dan kebijakan fiskal yang lebih inklusif.

Sebagai bentuk antisipasi, pemerintah juga berupaya meningkatkan efisiensi dalam administrasi perpajakan dengan meluncurkan CoreTax System, yang bertujuan untuk memudahkan pelaporan dan pembayaran pajak. Sistem ini juga ada untuk meningkatkan transparansi dan kepatuhan pajak, sehingga mampu memperluas basis pajak tanpa harus menaikkan tarif secara berlebihan.

Kesimpulan

Kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada 2022 dan rencana kenaikan menjadi 12% pada 2025. Kebijakan ini merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang signifikan di Indonesia. Kebijakan ini, meskipun kontroversial, bertujuan untuk mendukung pembangunan nasional dan memperkuat stabilitas fiskal negara. Pemerintah berkomitmen untuk mengelola dampaknya secara bijak melalui berbagai program insentif dan kebijakan yang inklusif, serta memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tetap berkelanjutan. 

Keterbukaan pemerintah dalam memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat akan sangat penting. Pemerintah berharap keterbukaan bisa untuk memastikan, bahwa kenaikan ini dapat mereka pahami oleh semua lapisan masyarakat.

Jika Anda memiliki pertanyaan terkait pajak perusahaan, Anda bisa hubungi Indopajak.

Share this post

Back to News
WhatsApp chat